100 Tahun Pramoedya Ananta Toer, Hidup dalam Kata dan Kenangan
![]() |
Soesilo Toer mengenang Pramoedya Ananta Toer/April |
Kamis ini, (06/02) bertepatan dengan kelahiran 100 tahun Pramoedya Ananta Toer. Satrawan kelahiran Blora itu wafat pada 30 April 2006. Meski telah berpulang 19 tahun lalu, warisan karya-karyanya tetap hidup, dibaca, dikenang, dan menginspirasi banyak orang hingga kini.
Dalam rangka memperingatinya, Tur Toer Tualang bersama Soesilo Toer menggelar rentetan agenda diskusi dan bazar buku di 15 kota di Jawa Timur, salah satunya Kota Blitar pada Rabu malam, (05/02).
Bertempat di Kedai Sinar Remaja, Pasar Wage, Blitar menjadi kota ke-14 pada perjalanan Soesilo Toer kali ini sebelum akhirnya ia menginjakkan kaki di Tulungagung dan pulang ke Blora.
Pram Terus Hidup dalam Kata dan Kenangan
Selain Soes banyak menceritakan sosok Pram, dirinya juga mengenang memori tentang sang kakak yang terpaut 12 tahun darinya itu. Ia mengatakan bahwa Pram hanya pernah menyebut namanya sebanyak dua kali.
“Pram hanya menyebut nama saya dua kali. Ketika bapak saya meninggal, ada anak kecil yang menangis di buku Bukan Pasar Malam, itu saya,” kenangnya.
Kedua, saat ada tahanan dari Pulau Buru dibawa keluar ke tempat penjara Soes. Dirinya berpesan kepada tahanan itu untuk menyampaikan kepada Pram bahwa sudah lulus S3.
“Nah, dari situ (peristiwa,red) Pram bikin pengumuman saya adalah adik kebanggaannya,” lanjutnya.
Soes menekankan, dirinya telah menulis tentang Pram di sepuluh karyanya yang sudah ia bukukan. Sementara, Pram hanya dua kali pernah menyebut namanya. Ucapan Soes yang terdengar seperti sindiran itu pun membuat peserta yang hadir tertawa.
Di momen mengenang Pram, Soes beberapa kali menyebut tentang nilai-nilai hidup yang dimiiki sang kakak.
Ada satu kata yang terus menjadi sandaran hidup Soes yakni tentang kebebasan. Ia membagikan bahwa kata-kata mutiara ini ia dapat dari moto hidup sang kakak.
“Pram itu kan mendambakan kebebasan, Anda jadi manusia kalau berpikir bebas. Jadi manusia yang bermain dengan kata. Manusia yang harus bisa hidup dari kerja,” tutur Soes.
Ia melanjutkan kata-kata mutiara itu dibarengi dengan moto Pram bahwa hidup harus berani, menang kalah lain lagi.
“Hidup harus berani, kebebasan adalah iman, agama adalah sandaran hidup, dan itu yang saya pakai sebagai cara hidup saya,” sambungnya dengan semangat.
Bagi Soes, tur ini bukan hanya sekedar perjalanan biasa. Tetapi, menjadi caranya dalam mengenang 100 tahun kelahiran Pram.
“Ini cara saya mengulangtahuni Pram yang se-abad. Kita kan manusia bebas ya, bagaimana saya menghargai Pram sebagai kakak tertua, teman seperjuangan, musuh saya, pengganti orang tua, dan sebagainya,” ujar pria yang akan berusia 88 tahun itu.
Posting Komentar untuk " 100 Tahun Pramoedya Ananta Toer, Hidup dalam Kata dan Kenangan"
Posting Komentar